MOTIVASI PRODUSEN DALAM BERPRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM

Motivasi utama bagi produsen adalah mencari keuntungan material (uang) secara maksimal dalam ekonomi konvesional sangatlah dominan, meskipun kemungkinan juga masih terdapat motivasi lainnya. Produsen adalah seorang profit seeker sekaligus profit maximizer strategi, konsep, dan teknik berproduksi semuanya di arahkan untuk mencapai keuntungan maksimum, baik dalam jangka pendek (short run profit) atau janka panjang (long run profit). Milton Friedman seorang Nobel laureate di bidang ekonomi menunjuk bahwa satu-satunya fungsi dunia usaha (business) adalah untuk melakukan aktivitas yang di tunjukan untuk menigkatkan keuntungan, sepanjang hal ini di dasarkan pada aturan main yang ada. Dengan kata lain, mereka hanya perlu berpartisipasi dalam persaingan bebas dan terbuka tanpa adanya kecurangan dan pemalsuan/penipuan. Jadi, produsen hanya di wajibkan patuh pada hukum (rule of the game) saja. Di samping itu, banyak di antara ekonom Barat yang merekomendasikan bahwa tugas-tugas sosial, apapun bentuknya, merupakan kewajiban pemerintah untuk menanganinya, dunia usa tidak perlu ikut campur dalam hal ini.

Isu penting yang kemudian berkembang menyertai motivasi produsen ini adalah masalah etika dan tanggung jawab sosial produsen. Keuntungan maksimal telah menjadi sebuah insentif yang teramat kuat bagi produsen untuk melaksanakan produksi. Akibatnya, motivasi untuk mencari keuntungan maksimal sering kali menyebabkan produsen mengabaikan etika dan tanggung jawab sosialnya, meskipun mungkin tidak melakukan pelanggaran hukum formal. Segala hal perlu di lakukan untuk mencapai keuntungan setinggi-tingginya. Sangatlah mudah untuk mencari contoh di dunia nyata tentang permasalahan ini. Salah satu contoh dalam skala internasional adalah adanya masalah etika yang serius ketika negara-negara maju mengimpor kayu dalam jumlah besar yang merupakan hasil curian dari hutan negara-negara seperti Brazil dan Indonesia. Illegal logging telah banyak memberikan support kepada perekonomian negara-negara maju karena dengan menggunakan illegal logging mereka bisa menekan biaya produksi dalam jumlah yang signifikan yang berarti memperingan beban perekonomian mereka. Tuntutan dan sekaligus protes yang di ajukan oleh negara-negara penghasil kayu terbesar di dunia (Brazil dan Indonesia) kepada negara-negara yang bergabung falam G-8 agar membuat legislasi yang melarang warganya untuk tidak mengimpor kayu hasil illegal logging tidak pernah di respon positif. Di sini terlihat jelas bahwa ada usaha sistematis dari negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok G-8 untuk terus melestarikan pencurian kayu di negara-negara penghasil kayu yang di sebut di muka. Dengan tidak adanya legislasi mengenai hal ini, maka secara hukum formal masyarakat di negara maju merasa sah dalam mengomsumsi kayu harm tersebut.

Tindakan seperti di atas tentu sangat merugikan negara-negara penghasil kayu tersebut, oleh karenanya merupakan pelanggaran etika yang amat serius. Pendapat Friedman yang mengatakan bahwa jika dunia usaha ikut memikirkan dan mengambil tindakan dalam usaha mengatasi masalah sosial dan etika akan bisa merusak mekanisme alokasi yang di punyai oleh pasar, sama sekali tidak berdasar. Justru sebaliknya, dalam kasus illegal logging yang di papaprkan di atas akan menimbulkan mesalokasi dari sumber daya yang di pakai dalam ekonomi, sebab input yang di pakai dalam produksi tidak sepunuhnya di perhitungkan dalam biaya produksi. Selain itu, hal ini akan meningkatkan jumlah permintaan dalam taraf yang substansial terhadap kayu-kayu hasil illegal logging yang seterusnya akan terjadi perusakan terhadap hutan dengan tingkat yang semakin cepat sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan lingkungan global yang sangat serius.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa motivasi produsen untuk memaksimumkan keuntungan sering kali merugikan pihak lain, sekaligus dirinya sendiri. Dalam pandangan ekonomi islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah menyediakan kebutuhan material dan spiritual untuk menciptakan mashlahah, maka motivasi produsen tentu saja juga mencari mashlahah, dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang Muslim. Dengan demikian, produsen dalam pandangan ekonomi islam adalah mashlahah maximizer. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak di larang, sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam.

1. Keuntungan, Kerja, dan Tawakal
Ajaran islam bersikap sangat positif dan proaktif terhadap upaya manusia untuk mencari keuntungan, sepanjang cara yang di lakukan tidak melanggar syariat. Upaya mencari keuntungan merupakan konsekuensi dari aktivitas kerja produktif yang di lakukan seseorang, sementara keuntungan itu sendiri merupakan rezeki yang di berikan Allah kepada hamba-Nya. Dalam pandangan islam, kerja bukanlah sekedar aktivitas yang bersifat duniawi, tetapi memiliki nilai transendensi. Kerja merupakan sarana untuk mencari penghidupan serta untuk mensyukuri nikmat Allah yang di berikan kepada Makhluk-Nya. Keraja merupakan salah satu cara yang halalan thayyibah untuk memperoleh harta (maal) dan hak milik (al milk) yang sangat di butuhkan untuk kehidupan. Harga diri manusia dapat di lihat dari apa yang di kerjakannya, demikian pula msayarakat menilai seseorang dari apa yang di kerjakannya. Menurut Ibnu Khaldun, kerja merupakan implementasi fungsi kekhalifahan manusia yang di wujudkan dalam menghasilkan suatu nilai tertentu yang di timbulkan dari hasil kerja.

Rasulullah Muhammad Saw., para nabi, dan para sahabat adalah para pekeraj keras dan selalu menganjurkan agar manusia bekerja keras. Berikut ini brberapa hadis yang memberikan ajuran untuk bekerja:
  • “Tidak ada satu makanan pun yang di makan seseorang itu lebih baik daripada makanan hasil usaha sendiri.” (hr bukhari)
  • “Barang siapa di malam hari merasa kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya di siang hari maka dia diampuni dosanay (oleh allah).” (hr thabrani)
  • “Tidak ada seorang laki-laki yang menanam ranaman(bekerja) kecuali allah nencatat baginya pahala(sebesar) apa yang keluar dari tanaman tersebut”. (hr abu dawud dan hakim)



Sebagian orang juga bersikap sangat pasif dalam bekerja denganalasan bertawakal (berserah diri) kepada Allah. Mereka tidak bekerja atau hanya bekerja seadanya dengan alasan berserah diri pada pemberian Allah. Kadangkala mereka beralasan bahwakarena rejeki telah di atur oleh Allah, Maka tidak di perlukan kerja keras (sebab kalau Allah memberi pasti rejeki datang dengan sendirinya). Umar bin Khatab r.a. pernah menjumpai sesuatu kaum yang menganggur, kemudian beliau bertanay, “Apa-apaan kalian?” Mereka menjawab, “ Kami adalah orang-orang yang bertawakal” Umar kemudian menjawab, “Kalian bohong! Orang bertawakal adalah orang yang menebar biji-bijian di ladang, kemudian berserah diri kepada Allah.” Ketawakalan kepada Allah seharusnya di wujudkan dalam kerja keras, sebab Allah tidak menurunkan rejekinya begitu saja dari langit, keadaan seseorang tidak akan berubah jika manusia itu sendiri tidak berusaha untuk merubahnya sendiri.

2. Kegiatan Produksi pada Masa Rasulullah Muhammad Saw.
Menurut Abdul Hasan bin Mas’ud al Khuza’ie Al Andalusiy, seorang penulis muslim dari Tilmizan, Andalusia pada abad ke-14 M, masyarakat madani adalah masyarakat yang produktif. Dalam bukunya yang berjudul Takhrijud Dalalah AS Sam’iyyah ‘Ala Ma Kana Fii ‘Ahdi Rasulullah Saw. Minal hirafi Wasshina ‘ati Wal ‘Umalat Is Syar’iyyah (bukti-bukti autentik tentang usaha industri di zaman Rasulullah Saw.), bahwa pada masa Rasulullah terdaoat kurang lebih 178 buah usaha industri dan bisnis barang dan jasa yang menggerakkan perekonomian masyarakat pada masa itu.
Di antara berbagai industri tersebut, terdapat 12 macam yang menonjol, yaitu:
a. Pembuatan senjata dan segala usaha dari besi
b. Perusahaan tenun-menenun]
c. Perushaan kayu dan pembuatan rumah/bangunan
d. Perusahaan meriam dari kayu
e. Perusahaan perhiasaan dan kosmetik
f. Arsitektur perumahan
g. Perusahaan alat timbangan dan jenis lainnya
h. Pembuatan alat-alat berburu
i. Perusahaan perkapalan
j. Pekerjaan kedokteran dan kebidanan
k. Usaha penerjemahan buku
l. Usaha kesenian dan kebudayaan lainnya

Kegiatan produktif adalah ekspresi ketaatan pada perintah Allah.Tujuan dari syariat islam (maqashid al-syariah) adalah mashlahah al ibad, sedangkan produksi adalah kegiatan menciptakan barang dan jasa bagi kemaslahatan umat. Oleh karena itu, juga tidak mengherankan jika para nabi Allah, sebelum Muhammad Saw. Pda dasarnya adalah pribadi-pribadi yang produktif dalam bidang ekonomi (di samping berdakwah.)


Referensi :
pusat pengkajian dan pengembangan ekonomi islam(P3EI), (2009), Ekonomi Islam, Jakarta, PT . Raja Grafindo Persada

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara mengatasi mendeley yang tidak bisa dibuka

PENGARUH ASPEK – ASPEK DAN KETAHANAN NASIONAL TERHADAP KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA